Jakarta, wartadesaku.id – Kepala desa (kades) di seluruh Indonesia yang tergabung dalam organisasi Desa Bersatu menyatakan komitmennya untuk melakukan transformasi demi mewujudkan desa mandiri. Mereka siap menjalankan berbagai program yang telah dicanangkan oleh Pemerintahan Kabinet Merah Putih sebagai upaya membangun desa yang lebih maju dan berdaya.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Desa Bersatu, Muhammad Asri Anas, menyampaikan hal tersebut usai penutupan Rapat Koordinasi Desa Nasional 2025 yang digelar di Jakarta pada Rabu (19/3) malam. Menurutnya, komitmen ini lahir dari kesadaran kolektif para kepala desa dan masyarakat desa yang melihat program pemerintah saat ini lebih berpihak kepada mereka serta memberikan posisi yang lebih layak bagi desa dalam pembangunan nasional.
Desa Bersatu sendiri merupakan organisasi nasional yang lahir dari peleburan delapan organisasi kepala dan perangkat desa dari seluruh kabupaten dan kota di Indonesia, salah satunya adalah Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI).
Para anggota organisasi ini menilai berbagai program seperti Makan Bergizi Gratis, Sekolah Rakyat Miskin, Cek Kesehatan Gratis, Koperasi Desa Merah Putih, hingga Swasembada Pangan sebagai langkah konkret pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
“Program yang dijalankan saat ini bertujuan agar masyarakat desa tidak hanya bergantung pada bantuan sosial atau tunai, tetapi lebih diberdayakan melalui pendidikan serta keterampilan manajemen keuangan, seperti melalui Koperasi Desa Merah Putih. Kepala desa mana yang ingin masyarakatnya terus berpangku tangan? Semua sumber daya telah tersedia di desa, dan jauh sebelum negara ini berkembang seperti sekarang, desa-desa telah memiliki daya dan nilai sosial yang kuat,” ujar Anas.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa program-program ini menunjukkan komitmen serius dari pemerintah pusat, agar desa tidak hanya dijadikan sebagai objek elektoral yang menarik perhatian berbagai pihak menjelang pemilihan umum saja.
“Kami mendukung sepenuhnya program-program ini karena banyak manfaatnya bagi masyarakat desa. Sudah saatnya desa tidak lagi dipandang hanya sebagai lumbung suara saat pemilu,” tambahnya.
Selain itu, Anas menegaskan bahwa organisasi Desa Bersatu akan tetap mengawal berbagai tantangan yang dihadapi desa, terutama dalam aspek kepastian hukum. Hal ini dilakukan agar pemerintah benar-benar menunjukkan keberpihakannya terhadap masyarakat desa.
Anas yang merupakan mantan anggota DPD RI (2009-2014) asal Sulawesi Barat menjelaskan bahwa desa merupakan bagian dari sistem ketatanegaraan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 UUD 1945. Dalam pasal tersebut, negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat. Namun, hingga kini, banyak masyarakat adat di desa yang masih kerap berhadapan dengan permasalahan hukum.
Pihaknya mencatat ada lebih dari 6.000 desa yang berada di wilayah perkebunan sawit. Menurutnya, banyak kepala desa yang ditangkap aparat penegak hukum dengan tuduhan menyerobot lahan sawit, padahal tanah tersebut merupakan tanah ulayat atau tanah adat.
“Secara legalitas, tanah adat memang belum sepenuhnya diakui. Banyak tanah adat yang sudah dikonversi menjadi Hak Guna Usaha (HGU). Ini menjadi salah satu isu penting yang harus diselesaikan dalam RUU Masyarakat Adat yang hingga kini masih tertunda pengesahannya oleh DPR. Kami akan terus mengawal hal ini,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa berbagai regulasi yang ada harus dikembalikan kepada esensinya, yakni memberikan kewenangan lebih besar kepada desa dalam mengelola pemerintahan, pembangunan, serta kehidupan masyarakat sesuai dengan potensi lokal yang dimiliki. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa serta Permendes Nomor 3 Tahun 2022.
Dengan berbagai langkah yang diambil, para kepala desa berharap desa-desa di seluruh Indonesia dapat tumbuh lebih mandiri, berdaya saing, serta tidak lagi menjadi objek eksploitasi politik semata. Mereka juga berharap pemerintah dan DPR segera memberikan kepastian hukum yang lebih adil bagi masyarakat desa, khususnya terkait kepemilikan tanah adat.